Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Dari kurang gizi hingga busung lapar. Lalu bagaimana membedakannya?
Masyarakat terhenyak saat berita mengenai busung lapar yang menimpa anak-anak di NTB marak mengisi media massa. Silang pendapat antarpejabat pun tak kalah marak. Ada yang mengomentarinya semata-mata sebagai "kecelakaan", sebagian menyebutnya "sekadar" kurang gizi, dan sebagian lagi tegas-tegas mengatakannya sebagai busung lapar.
Masyarakat terhenyak saat berita mengenai busung lapar yang menimpa anak-anak di NTB marak mengisi media massa. Silang pendapat antarpejabat pun tak kalah marak. Ada yang mengomentarinya semata-mata sebagai "kecelakaan", sebagian menyebutnya "sekadar" kurang gizi, dan sebagian lagi tegas-tegas mengatakannya sebagai busung lapar.
Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi energi-protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda. MEP ringan sering diistilahkan dengan kurang gizi. Sedangkan marasmus, kwashiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor digolongkan sebagai MEP berat. Apa saja perbedaannya dan bagaimana ciri masing-masing?
KURANG GIZI
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
* Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
* Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
* Maturasi tulang terlambat.
* Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
* Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
MARASMUS
Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
* Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
* Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
* Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
* Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
* Sering menderita diare atau konstipasi.
* Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya:* Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif.
* Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
* Anemia.
* Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
* Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red.), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
* Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.
MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang menyertai.
* Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
* Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
* Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
* Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
GAGAL TUMBUH
Selain malnutrisi energi-protein di atas, ada juga gangguan pertumbuhan yang diistilahkan dengan gagal tumbuh. Yang dimaksud dengan gagal tumbuh adalah bayi/anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya. Untuk mudahnya, pertumbuhan anak tersebut ada di bawah kurva pertumbuhan normal. Tanda-tanda lainnya adalah:
* Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal
* Hilangnya lemak di bawah kulit secara signifikan
* Berkurangnya massa otot
* Dermatitis
* Infeksi berulang
FAKTOR PENYEBAB
Secara umum masalah malnutrisi energi-protein (MEP) disebabkan beberapa faktor. Yang paling dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimanapun MEP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi. Berikut beberapa faktor penyebabnya:
* Faktor sosial; yang dimaksud di sini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi.
* Kemiskinan; sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun seringkali tak bisa terpenuhi.
* Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya penyakit MEP.
* Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.
Tindak pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita.
LANGKAH PENGOBATAN
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh.
Sumber: Dr. Adi S. Budhipramono, Sp.A.,
Siloam Gleneagles Hospital, Lippo Karawaci(Nakita)
http://artikelseputarbayi.blogspot.com/2006/07/beda-kurang-gizi-dan-gizi-buruk.html
http://artikelseputarbayi.blogspot.com/2006/07/beda-kurang-gizi-dan-gizi-buruk.html
0 komentar:
Posting Komentar