Sikap pertama adalah mental penakut dan ketidaktaatan pada pemimpin.Dalam surah Almaidah, ketika Nabi Musa as memerintahkan pengikut-pengikut beliau untuk memerangi musuh di jalan Allah
"Hai kaumku, masukilah Tanah Suci yang telah ditetapkan Allah swt. bagimu, dan janganlah kamu berpaling ke belakang sehingga kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi." (5:21)
Berkata mereka, "Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum liar yang kuat, dan tidaklah kami akan memasukinya sebelum mereka keluar dari situ. Maka jika mereka keluar dari situ, maka kami akan memasukinya." (5:22)
Mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya. Karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau dan berperanglah engkau berdua sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini !" (5:24)
Bandingkanlah sikap pengikut-pengikut Nabi Musa as. Yang tidak bermalu lagi pengecut itu dengan pengobanan tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Muhammad saw. yang senantiasa mendambakan melompat ke dalam rahang maut bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka. Ketika Rasulullah saw. bersama sejumlah kecil para sahabat dengan perlingkapan perang yang sangat darurat hendak bergerak ke Badar menghadapi balatentara Mekkah yang bilangannya jauh lebih besar serta persenjataannya lebih lengkap, beliau meminta saran mereka mengenai situasi itu. Atas permintaan beliau salah seorang dari para sahabat bangkit lalu menjawab Rasulullah saw. Dengan kata-kata yang akan selamanya terkenang: “Kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa as., “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau kemudian berperanglah engkau berdua sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau dan kami akan bertempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau; dan kami mengharap dari Allah swt. agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
Suatu sikap yang berbanding terbalik, kepengecutan berbanding keberanian dan kesetiaan. Sikap terakhir, haruslah menjadi sikap abadi umat Islam, bukan sikap yang hanya dimiliki oleh para sahabat Rasulullah, kita tidak bisa mengatakan bahwa hanya para sahabat saja yang melakukan hal itu, tetapi kita hanya duduk melakukan keasyikan pribadi saja. Semangat yang harus kita warisi dari sahabat tersebut adalah semangat pengorbanan. Pengorbanan yang tak mengenal batas, pengorbanan harta, pengorbanan kehormatan, pengorbanan pikiran, bahkan nyawa. Sebagaimana Allah taala berfirman:
"Sekali-kali kamu tidak akan mencapai kebaikan yang sempurna, sebelum kamu membelanjakan sebagian dari apa yang kamu cintai; dan apa pun yang kamu belanjakan, maka sesungguhnya tentang itu Allah swt. Maha Mengetahui. (Ali Imran: 92)
Kemudian sikap kedua yang diperlihatkan oleh kaum bani Israel yang bisa kita jadikan pelajaran, yaitu terdapat dalam surah Albaqarah ayat 246:
"Tidaklah engkau memperhatikan ihwal para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah swt.. ”Berkata ia, "Apakah barangkali kamu tidak akan berperang jika berperang diwajibkan atasmu?” Berkata mereka, “Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah swt jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak- anak kami?” Tetapi tatkala diwajibkan atas mereka berperang, berpalinglah mereka. Dan Allah swt. Maha Mengetahui orang-orang aniaya.
Suatu sikap yang sebenarnya telah menunjukkan kemajuan dalam diri kaum bani israel dibandingkan dengan gambaran mereka dalam surah Almaidah diatas, tetapi perbaikan sikap itu hanya dimulut saja dan tidak dalam kenyataan; sebab ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur. Dengan demikian peristiwa itu merupakan peringatan keras kpeada kaum muslimin untuk waspada agar jangan menempuh jalan yang serupa.
Hal ini selaras juga dengan digambarkan oleh Alquran:
Hai, orang-orang yang beriman ! Mengapakah kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan ?
Adalah sesuatu yang paling dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (AsShaff: 2-3)
Perbuatan seorang Muslim hendaknya sesuai dengan pernyataan-pernyataannya. Bicara sombong dan kosong, membawa seseorang tidak karuan kemana yang dituju, dan ikrar-ikrar lidah tanpa disertai perbuatan-perbuatan nyata adalah berbau kemunafikan dan ketidaktulusan.
Sebaliknya kaum muslimin haruslah memegang erat semangat ini dalam setiap pengorbanan dan perjuangan kita:
"Dan berpeganglah kamu di jalan Allah swt., dan ketahuilah bahwa Allah swt. Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Seruan itu ditujukan kepada Muslimin. Kepada mereka itu dikatakan bahwa suatu kaum ang tidak melenyapkan rasa takut mati dan tidak bersedia mengorbankan segala-galanya untuk keuntuhan dan kemuliaan bangsa, maka kaum itu tidak berhak hidup. Itulah rahasia kemajuan nasional yang ditanamkan dan berulang-ulang diajar kan oleh Alquran.