Sejatinya, hidup itu selalu bersinggungan dengan masalah, ketidaksesuaian dan kekecewaan juga merupakan masalah. Ketika kita berharap kepada apa pun dan siapa pun, bersiaplah untuk kecewa karena kemungkinan harapan tidak sesuai kenyataan itu selalu ada dan setiap orang pasti pernah mengalami kekecewaan. Melampiaskan rasa kecewa, semua orang pasti bisa melakukannya. Namun, mengatasi, mengantisipasi dan menyikapi rasa kecewa, siapkah kita?Kesiapan kita menghadapi kemungkinan gagal merupakan salah satu indikasi kesiapan kita menghadapi kekecewaan. Tapi jika kita terlanjur dikecewakan ada beberapa hal yang patut kita renungi, kita resapi dengan kejujuran hati dan kita lepaskan dengan keikhlasan. Sekecil apa pun, seberat apa pun, kecewa itu harus diatasi, disembuhkan dan dihilangkan karena itu akan menjadi ganjalan perasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik juga psikis kita. Kekcewaan yang tersimpan, mendalam dan terpendam dapat menumbuhkan dendam dan penyakit kronik (Naudzubillah min dzaalik). Karena itu, kematangan spiritualitas, kecerdasan emosi, serta keterbukaan pikiran diperlukan untuk mengelola rasa kecewa. Tips berikut dapat membantu mengatasi rasa kecewa.
1. Keluarkan uneg-uneg dengan curhat kepada orang yang paling membuat kita nyaman dan bisa dipercaya. Sahabat, keluarga atau seorang profesional yang bertanggung jawab terhadap kode etik profesinya. Mencurahkan perasaan dengan ngobrol merupakan salah satu cara berkomunikasi yang baik untuk mendapatkan pencerahan atas masalah yang kita hadapi. Masalah yang kita anggap berat kadang-kadang bisa dipecahkan dengan sharing pikiran dan perasaan dengan orang lain. Sudut pandang yang berbeda tentang sebuah masalah, saran dan masukan orang lain bisa menjadi alternatif penyelesaian. Paling tidak, beban yang kita rasa berat bisa berkurang dengan adanya orang yang mau mendengar curhat kita. Berkaitan dengan hal ini, konsultasi psikologis, mengikuti kajian rohani, berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau menyibukkan diri dengan kegiatan hobi yang positif bisa menjadi alternatif pemecahan sekaligus membantu membuang energi negatif dari rasa kecewa kita.
2. Menumpahkan segenap perasaan dengan menulis, umumnya menulis diary. Hal ini tentu sangat membantu menyalurkan perasaan bagi para pribadi yang terkategori tertutup. Menulis bisa membebaskan diri dari tekanan yang memenuhi perasaan dan pikiran karena kita mampu menuliskan detail perasaan dan pikiran kita, secara bebas, tanpa takut diketahui orang lain, sehingga perlahan-lahan akan timbul kelegaan, pencerahan dan di lain waktu menjadi inspirasi untuk mencari sumber masalahnya hingga penyelesaiannya. Dalam sebuah penelitian, seorang ahli saraf Universitas California, Dr. Mathew Lieberman menyatakan bahwa mengekspresikan perasaan lewat tulisan merupakan pengaturan emosi yang tanpa disengaja, terutama dalam keadaan sulit. Menurut penelitiannya terhadap 30 kinerja otak pasiennya, menulis akan mengurangi aktivitas amygdala (bagian otak yang terhubung dengan emosi dan ketakutan), serta akan meningkatkan aktivitas bagian depan korteks (pengatur pikiran), sehingga menulis akan mengurangi tekanan pada otak dan menjaga keseimbangan mental. Menulislah untuk mencurahkan perasaan, kemudian menulislah untuk melupakan, dan lanjutkanlah menulis untuk mencari penyelesaian. Diary atau buku harian bisa menjadi acuan untuk memotivasi diri menyelesaiakan masalah, termasuk kekecewaan. Kita dapat mengambil sisi yang sesuai dari permasalahan yang berhasil siselesaikan di masa lalu. Memang, satu solusi tidak akan menyelesaikan setiap masalah, tetapi paling tidak kita bisa mengambil strategi pengambilan keputusan di saat itu untuk dijadikan acuan di saat menghadapai masalah yang sekarang.
3. Rekreasikan hati dan pikiran kita dengan kegiatan yang bisa membuat kita rileks dan fun. Kekecewaan yang dalam tidak dapat dihilangkan secara instan, apalagi jika kita tergolong orang yang gemar memelihara luka. Diperlukan pengalihan perhatian yang bersifat positif, menyenangkan, melupakan, bahkan lama-lama bisa menyembuhkan. Carilah kegiatan yang bisa merelaksasikan pikiran, membuat kita tenang dan senang. Misalnya menekuni hobi, mencari suasana baru dengan rekreasi ke tempat favorit atau ke tempat-tempat wisata yang menenangkan, berolahraga, mengisi TTS , membaca buku-buku yang bermanfaat atau bermain catur yang bisa menjadi gizi buat otak kita juga. Relaksasi bisa mengembalikan energi posititf yang dapat mengembalikan kesegaran pikiran juga mengurangi tekanan beban perasaan.
4. Bersabar, belajar untuk ikhlas dan memaafkan. Melakukan ketiga hal ini memang tak semudah melakukannya. Namun, hidup dan hati kita juga perlu dituntun dan dituntut untuk menjalani yang terbaik, berdamai dengan kenyataan. Dengan ketiga hal ini, kita juga bisa mulai berpikir jernih sekaligus berintrospeksi. Mungkin saja kekecewaan yang kita rasakan merupakan akibat dari terlalu besarnya tuntutan kita terhadap orang lain, sehingga orang lain tidak mampu memenuhinya. Bisa saja kita kecewa karena terlalu muluknya harapan kita terhadap sesuatu, sehingga seringkali kita merasa terpukul ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, menyalahkan keadaan bahkan menyalahkan orang lain. Kekecewaan akan terasa berat karena ketidakikhlasan kita menerima kenyataan. Memaafkan dapat melegakan dan menenagkan perasaan karena berarti kita juga bisa menerima kekurangan orang lain sekaligus mematikan potensi mendendam. Keikhlasan dan kesabaran akan menuntun kita kepada kesadaran bahwa di suatu waktu dan di suatu tempat pasti ada yang terbaik untuk hidup dan hati kita. Yang penting kita terus berusaha untuk tidak kehilangan tongkat dua kali, sehingga tidak jatuh dua kali ke lobang yang sama.
5. Berbicara kepada Tuhan sebagai Pencipta yang berkuasa membolak-balikkan hati kita. Tuhan tak pernah meminta balasan, tempat curhat yang paling aman, nyaman dan penuh kejujuran. Mungkin kita baru bicara kepada-Nya ketika hati tak lagi mampu bertahan. Merengek meminta belas kasihan, memohon kemudahan, ketika kita kehabisan. Hanya karena satu masalah, kita merasa lelah. Pada satu masalah, kita sering menyerah. Tersungkur dalam tangis dan keluh yang panjang. Satu ujian, satu cobaan, bahkan satu peringatan pun sering membuat kita lalai, membiarkan hati kita tersiksa dalam rasa putus asa, dan mulut kita membisu untuk mengajak-Nya berbicara. Ketika Tuhan mengajak kita bicara dalam bahasa bencana, irama musibah dan bingkai masalah, barulah kita meminta, mendekat dan berbicara kepada Tuhan. Melalui tangis taubat dan permohonan, kita dapat meluruhkan keakuan, kesombongan dalam kesadaran akan ketidakberdayaan, menanti uluran tangan Tuhan. Kekuatan hati dan keyakinan pada Yang Mencipta inilah yang akan menjadikan kita tegar menghadapi masalah dan menyikapi segala bentuk kekecewaan. Kembalikan semua permasalahan kepada Pemilik Kehidupan. Tuhan lah sebaik-baik tempat meminta, penghabisan penyerahan dan kepasrahan diri, maka sertakanlah Tuhan dalam setiap langkah, berdoalah dalam setiap keadaan karena doa merupakan obat mujarab untuk melepaskan segala beban bahkan mampu mengubah keadaan.Semoga kita termasuk orang yang senantiasa menyadari kehadiran-Nya di setiap hela nafas kita.